Beranda | Artikel
Safar Dakwah di Ternate dan Tidore 4 - 5 April 2014 (seri 2)
Senin, 7 April 2014

Kembali berlanjut kisah kami selama di Pulau Tidore dan Ternate di Maluku Utara. Semoga bisa digali pelajaran dan manfaat. Lihat kisah sebelumnya di sini.

Menuju Pulau Tidore

Selepas Jumatan kami bergegas menuju Pulau Tidore. Alhamdulillah, kami mendapat kontak nomor HP salah seorang Ustadz di sana sehingga ada kesempatan untuk mengisi kajian di malam harinya.

Dengan menggunakan kapal feri dari pinggiran kota Ternate, bersama dengan keluarga besar dengan menggunakan tiga mobil, kami berangkat ke Tidore pada pukul 16.00 WIT pada hari Jumat, 4 April 2014. Dengan tidak lupa membaca doa saat naik kendaraan kami pun berangkat menyeberangi lautan kurang lebih 20 menit.

“Bismillah, bismillah, bismillah. Alhamdulillah. Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna  lahu muqriniin. Wa inna ilaa robbina lamun-qolibuun. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Subhaanaka inni qod zholamtu nafsii, faghfirlii fa-innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta.”

Sesampai di Tidore, rombongan kami kembali menempuh perjalanan darat ke tempat tujuan kurang lebih 30 menit (yang berjarak 25 km dari pelabuhan Feri).

Kesempatan Mengisi Kajian di Tidore

Sampai di sana, waktu Ashar masih ada, rombongan kami yang belum menjalani shalat Ashar mencari Musholla dekat rumah bibi kami untuk melaksanakan shalat tersebut. Yang kami lihat, masjid yang ada di Ternate, Tidore dan Maluku secara keseluruhan adalah masjid yang megah dan besar. Namun demikianlah, masjid yang megah tidak menandakan jama’ahnya juga banyak. Itulah yang kami rasakan di waktu Maghrib dan shalat lima waktu lainnya.

Salah satu kendaraan gaul di kota Tidore, becak motor
Salah satu kendaraan gaul di kota Tidore, becak motor

Di malam harinya sesudah sampai, alhamdulillah ada kesempatan untuk mengisi kajian di Tidore selepas Isya’. Ini semua berkat kemudahan dari Allah, juga dari perantara beberapa ikhwan di Ternate sehingga bisa terhubung dengan Ustadz di Tidore. Kami senang sekali bisa berjumpa dengan para da’i yang sebenarnya berasal dari tanah Jawa yaitu Ustadz Rosi dan Ustadz Agus. Yang spesial bagi kami adalah Ustadz Agus (beliau adalah sahabat dekat Ustadz Dr. Syafiq Basalamah), ia menikahi wanita asli sana. Dan sekarang menetap di Tidore di rumah yang sederhana. Yang kami kagum padanya, beliau adalah seorang lulusan LIPIA Jakarta. Namun ia mau menetap di sana untuk berdakwah. Dan jarang sekali lulusan dari kampus yang mentereng seperti LIPIA mau berdakwah jauh dari keramaian kota. Semoga Allah senantiasa menjaga dan memberkahi umur beliau.

Setelah berdiskusi sebentar dengan Ustadz Agus, datanglah waktu Isya. Akhirnya, kami pun menuju ke masjid terdekat untuk menunaikan Isya secara berjamaah. Rata-rata di masjid yang ada di Maluku, masih kental dengan dzikir dan doa berjamaah setelah shalat. Juga ketika shubuh, imam masjid masih memakai qunut Shubuh.

Setelah Isya, para jama’ah sudah mulai berkumpul di TPQ (Taman Pembelajaran Qur’an). Dan dimulailah pengajian di tempat tersebut. Beberapa yang hadir ternyata adalah tentara dan jadi pengawal Walikota Tidore.  Materi yang disampaikan kala itu adalah tentang kisah ashabul ukhdud. Karena dalam kisah tersebut dibicarakan mengenai tukang sihir, pertanyaan yang muncul setelah pemaparan materi adalah tentang klenik, dukun dan sihir. Pulau Tidore memang sangat terkenal sekali dengan kleniknya. Bahkan ini jadi problema mendasar yang ditemukan di daerah Kepulauan Maluku.

Di pagi harinya, kami menghadiri akad nikah dari saudara sepupu kami. Kami diberi kesempatan untuk menyampaikan nasehat pernikahan setelah berlangsungnya akad nikah. Inti penyampaian khutbah nikah adalah wasiat untuk suami istri yang berisi penjelesan kewajiban istri dan kewajiban suami. Di antara kewajiban istri yang mesti dilakukan adalah selalu menyenangkan hati suami.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Juga nasehat berharga bagi suami yang kami sampaikan adalah,

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ

Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih). Mengenai memukul wajah di sini yang kami tekankan, karena seringkali kasus pemukulan pada wajah ini ditemukan di rumah tangga muslim di Indonesia Timur.

Setelah penyampaian khutbah, kami pun berbincang-bincang dengan Bapak Walikota Tidore. Kami menyampaikan sedikit permintaan pada beliau untuk menyokong dakwah Ahlus Sunnah di sana karena beberapa waktu lagi akan segera berdiri Ma’had Ali bin Abi Tholib di Pulau Tidore. Salah satu pengasuhnya adalah Ustadz Agus dan juga Ustadz Ismail (alumnus Universitas Islam Madinah dan merupakan putera asli Tidore).

Semoga dakwah Ahlus Sunnah bisa menyebar di sana, dan berbagai penyimpangan akidah dan berbagai kesyirikan bisa diberantas secara perlahan-lahan.

Perjalanan Pulang ke Ternate dan Menemukan Banyak Masjid

Di sore harinya pada pukul 2 siang, kami bergegas untuk kembali ke Ternate. Karena kami sudah membuat janji pula dengan Ustadz Abu Zakariya Maryono untuk memberi tausiyah pada waktu Maghribnya. Dengan menyewa salah satu angkot -istilah orang Maluku adalah ‘oto’-, kami berangkat menuju pelabuhan speed boat (perahu cepat). Di sini kami tidak menggunakan kapal feri karena butuh waktu yang cepat untuk sampai di kota Ternate. Hanya 10 menit lewat jalur laut dengan kecepatan tinggi bisa sampai di pelabuhan kecil di pinggiran Ternate. Dengan angkot, kami sampai di rumah bibi kami dan akhirnya di sore hari 30 menit menjelang Maghrib sudah mendapat jemputan dari Ustadz Abu Zakariya.

Sepanjang perjalanan kami di Tidore tadi hingga ke pelabuhan, kami menemukan banyak masjid. Sepanjang 25 km, kami menemukan sudah lebih dari 20 masjid. Bahkan yang ada di pinggir jalan adalah masjid-masjid besar, bukanlah kecil dan berbentuk musholla seperti yang kita sebut. Namun sayangnya, sedikit sekali yang mau perhatian untuk menyuburkan masjid dengan shalat jamaah. Hanya masjidnya saja yang megah dan indah, tetapi kalau dipandang sangat sepi dari jamaah. Wallahul musta’an.

Mengisi Kajian di Ternate

Di Musholla Al Maliki di daerah Ngade, kami memberikan tausiyah. Dalam waktu yang singkat Maghrib hingga Isya, kami menyampaikan materi dari penyampaian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam risalah “10 Pelebur Dosa”.  Setelah itu diadakan tanya jawab, ternyata yang banyak bertanya adalah para da’i di Ternate yang rata-rata bukan penduduk asli Ternate. Ustadz Maryono sendiri yang kami sebutkan tadi berasal dari Wonogiri, yang lainnya berasal dari Pulau Jawa dan ada pula dari Sulawesi. Di antara curhatan kami dalam kajian, kami sangat menyayangkan putera daerah yang asli Maluku umumnya jarang berada di masjid. Padahal nama-nama orang Maluku rata-rata Islami, yaitu Muhammad, Ismail, Hasan dan Husain. Namun jarang sekali kita melihat nama-nama tersebut memenuhi masjid dan shaf shalat berjamaah. Paling yang ditemukan adalah nama-nama warga pendatang, Joko, Sutrisno dan lainnya. Ketika kami menyampaikan hal itu, para jamaah spontan tertawa. Karena mereka pun mengakui demikian.

Dan kami sangat senang kala itu bertemu pula dengan seorang da’i asli Maluku yang bernama Musa yang berasal dari daerah Tual (Maluku Selatan) dan banyak bercerita dengan beliau tentang dakwah di sana.

Cerita dengan beliau berlanjut ke warung makan pada malam tersebut. Bersama Ustadz Maryono dan Ustadz Musa, kami mendapatkan undangan untuk menyantap makan malam di warung makan Bu Rintania yang berada di tengah kota Ternate, tepatnya di depan rumah Gubernur. Kala itu kami banyak berbincang-bincang dengan suami Bu Rintania, yaitu drg Tenang, sambil menyantap makan khas Maluku yaitu ikan laut yang dibakar plus sajian sambal colo-colo (yaitu campuran lombok, tomat yang diberi, minyak dan air garam). Juga kala itu hadir di tengah-tengah kami, keluarga Bu Ummu Afif, beserta suami -yang baru saja pulang dari Pulau Bacan di Maluku Utara- dan kedua anaknya. Ini baru dinner yang memuaskan dan menyenangkan.

Pulang Menuju Jogja

Di pagi hari saatnya kembali pulang menuju Jogja. Tepat pukul setengah tujuh pagi, kami sudah harus menuju bandara dan kala itu dijemput oleh suami Bu Rintania. Akhirnya, kami pun meninggalkan Ternate pada pukul 08.15 WIT dengan Garuda Indonesia dengan terlebih dahulu transit di Jakarta, dan siang hari tepat pukul 1 siang WIB, kami tiba di kota Gudeg, Yogyakarta.

Semoga Allah membalas kebaikan dari keluarga Bu Rintania, Bu Ummu Afif, Ustadz Abu Zakariya, Ustadz Rosi, Ustadz Agus, kerabat kami di Ternate-Tidore yang telah banyak membantu selama kami berada di sana. Awalnya hanya sekedar kunjungan, akhirnya bisa juga berdakwah di kota Tidore dan Ternate. Semoga di lain waktu bisa kembali menginjakkan kaki di dua pulau tersebut.

Selesai disusun menjelang Ashar di Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul, 7 Jumadats Tsaniyah 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Hadits Menyambut Bulan Ramadhan, Keutamaan Surat Al Ikhlas, Kata Kata Buat Ayah Yang Jahat, Ciri Ciri Taubat Nasuha Yang Diterima Allah


Artikel asli: https://muslim.or.id/21076-safar-dakwah-di-ternate-dan-tidore-4-5-april-2014-seri-2.html